السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Selasa, 08 Maret 2016


MAKALAH AKHLAK TASAWUF

Mahabbah,Tokoh dan Ajarannya


                                                                  Di susun Oleh :

                                                 Kelompok VIII
                                 Nama    : YULIA
                                                  SRI ASTUTI
                                 Prodi     PGMI



                           

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-HIKMAH MEDAN
2015/2016


KATA PENGANTAR
            Alhamdulilahirabbil alamin, kami ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya makalah Akhlak Tasawuf ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa pula sholawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya serta umatnya hingga akhir zaman.
            Dalam makalah ini menjelaskan tentang Mahabbah yang merupakan salah satu materi dalam mata kuliah Akhlak Tasawuf.Semua materi yang kami sajikan dalam makalah ini merupakan diambil dari beberapa sumber yang Insya Allah dapat dipertanggung jawabkan.Namun kami berharap semoga adanya makalah ini dapat membantu bagi para mahasiswa,dosen, dan para pembaca pada umumnya serta khususnya bagi kami pembuatnya.
            Kami selaku pembuat makalah mohon maaf apabila dalam penyampaian materi dan penulisan masih banyak kekurangan. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Hal ini dapat dikarenakan keterbatasan kami sebagai penulis.Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan untuk makalah kami selanjutnya.  

                       Medan, Februari 2016


                        Penulis



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1
A.Latar Belakang……………………………………………………………..1
B.Rumusan Masalah………………………………………………………….1
C.Tujuan Penulisan…………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………….2
            A.Pengertian Mahabbah………………………………………………………2
            B.Tokoh Sufi dan Ajarannya………………………………………………….3
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………19
            A.Kesimpulan………………………………………………………………..19
            B.Saran……………………………………………………………………….19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….20



BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
            Perasaan cinta tidak akan pernah lepas dari kehidupan kita.Entah itu rasa cinta terhadap benda rasa cinta kepada sang pencipta.
            Dalam kesempatan kali ini kami ingin sedikit menguraikan pengetahuan kami tentang mahabbah yaitu kata yang digunakan untuk menunjukan pada sesuatu Faham atau aliran dalam tasawuf, yang obyeknya lebih ditunjukan pada tuhan.Mahabbah memiliki beberapa bentuk sifat cara dan langkah untuk menggapai Cinta Ilahi yaitu Bertaubat dan mensucikan diri, Senantiasa berbuat baik,Sabar dan taqwa,berbuat adil,Berjihad dijalan Allah,Mengikuti Nabi Muhammad Saw,Senantiasa dengan amalan nawafil, serta Senantiasa Ingat Allah.
B.Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian mahabbah?
b.Siapakah tokoh sufi mahabbah dan ajarannya?
c.Sebutkan tingkatan yang ada didalam Mahabbah?
d.Sebutkan beberapa bentuk sifat dan cara langkah untuk menggapai Cinta Ilahi?
C.Tujuan
            Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mempelajari mahabbah lebih dalam lagi tentang pengertian mahabbah, alat untuk mencapai mahabbah, tokoh sufi mahabbah dan ajarannya,tingkatan didalam mahabbah serta bentuk sifat dan cara langkah dalam menggapai Cinta Ilahi.


BAB II
MAHABBAH
A.Pengertian Mahabbah
            Mahabbah (cinta) adalah kata yang sangat indah untuk diucapkan dan didengar, apalagi dirasakan oleh manusia.Cinta adalalah satu anugrah Tuhan yang cukup mulia dan paling berharga, karena dengan cintalah setiap orang pasti mau melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan dengan seikhlas mungkin dan karena cinta kedua orang tua jugalah manusia terlahir kemuka bumi.Andainya cinta tiada kita tidak akan mampu membayangkan bagaimana hampanya kehidupan ini, betapa tiada dan kosongnya kenikmatan hidup dalam jiwa setiap manusia dan betapa hidup terasa tanpa arti dan makna sama sekali.
            Manusia yang beriman tentu akan selalu berupas menumbuhkan rasa cintanya pada  Ilahi,pencipta diri dan kehidupan ini.Mereka juga tidak pernah bosan dalam melaksanakan segala keinginan dan kesenangan Tuhannya yang tergambar dalam perintah-perintahnya-Nya dan senantiasa menjauhi larangan-Nya dan yang menjadikan seserang berada dalam posisi murka-Nya.Orang beriman pasti memiliki tingkat cinta yang besar kepada-Nya sebagaimana dijelaskan-Nya :
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“…. Dan Orang-rang yang beriman sangat besar cintanya pada Allah SWT.” [1]   
            Jika cinta pada Makhluk-Nya saja mampu menghantarkan seseorang pada kesenangan dan hilangnya akal bagaimana dengan cinta pada sang Khaliq, tentu jauh lebih berharga dan nikmat.Tuhan tidak memberikan cinta-Nya kepada setiap orang, akan tetapi dia akan memberikan cinta-Nya hanya kepada orang-orang tertentu yang dikasihi-Nya, menjadikan-Nya teman setia dalam setiap aktifitas kehidupan sehingga Dia Ridha pada mereka.
            Mahabbah (cinta) adalah penghubung atau pengikat antara seorang sufi dengan Tuhan-Nya.Jadi cinta adalah pengikat,penghubung,laluan,tangga naik menuju Allah.Cinta merupakan metode untuk menuju Allah. Cinta menjelaskan sekaligus mengarahkan para sufi untuk mencapai satu tujuan yaitu Tuhan.Cinta mistikal merupakan kecenderungan yang tumbuh di dalam jiwa manusia terhadap sesuatu yang lebih tinggi dan lebih sempurna terhadap dirinya,baik keindahan,kebenaran maupun kebaikan yang dikandungnya. Cinta juga mendapatkan derivasinya dari Al-Qur’an.
                                        وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُون
“Dan aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku.[2]
          Didalam ayat ini tersirat bahwa dalam jalan cinta terdapat pengabdian kepada yang Dicintai. Selain itu para sufi juga menghubungkan pencapaian di jalan cinta dan memperoleh pengetahuan mendalam tentang Yang Hakiki. Ibnu Abbas misalnya menafsirkan kalimat “…supaya mereka mengabdi kepada-Ku”dalam ayat di atas sebagai”Upaya mencapai pengetahuan Tuhan melalui jalan cinta.”[3]
            Demikianlah, hidup para sufi diatas Rajutan-rajutan Cinta Bagaimana mungkin para sufi bertindak kasar kepada Makhluk-makhluk Tuhan yang lain jika ia dipenuhi rasa cinta? Dalam hal ini termasuk sikap lembut para sufi kepada para penganut agama yang berbeda, sekalipun dengan orang-orang Musyrik (baca: menentang Tuhan).
B.Tokoh Sufi Dan Ajarannya
            Bagi para sufi, Cinta pada hakikatnya adalah Tujuan Aktivitas seorang hamba. Dalam hal ini Maulana Syakh Muhammad Nazhim Adil Al-Qubrusi Al-Haqqani menulis :
Cinta adalah indah bagi Tuhan dan hamba-Nya, Jika engkau melakukan apapun dengan cinta, itu akan diterima oleh Tuhan kamu,dan Dia akan membuatnya terasa manis untukmu.Jika engkau mencintai pekerjaanmu Engkau akan lebih mudah melakukannya; jika tidak,itu hanya akan menjadi beban. Tuhan berkata :” Aku tidak butuh sembahyangmu,Aku hanya mencari cinta dengannya engkau mempersembahkan sembahyangmu itu.Oh Hamba Tuhan,Wahai orang beriman,jangan engkau meremehkan hal ini.
Jangan menjadi seperti budak-budak yang mendayung di lambung kapal; jika engkau beribadah, lakukanlah dengan penuh cinta jangan merasa terpaksa seolah-olah seorang Algojo berdiri di sampingmu dengan cambuk ditangannya!Allah tidak pernah menghargai penghambaan yang terpaksa
semacam ini. Sekarang ini kita semua mencoba untuk melakukan semua Ibadah tetapi melupakan untuk meminta cinta Ilahiah,sehingga kita menjadi seperti Robot,atau seperti orang melakukan senam.Allah meminta kita untuk menggunakan tubuh kita dalam Ibadah kepada-Nya dan melayani semua ciptaan-Nya melalui sedekah dan amal baik, tetapi apakah yang akan menjadi buah dari semua itu? Jika buahnya bukanlah “cinta”,itu adalah buah yang pahit, dan itu akan ditolak! Jika Ibadah kita menyebabkan cinta akan Tuhan Tumbuh dalam hati kita, maka kita harus terus mempertahankan ibadah itu.Dan jika kita berada dalam bimbingan serang guru spiritual,dan menemukan bahwa, melalui Bimbingannya Cinta kepada Tuhan tumbuh dalam hati kita, maka kita harus mengikuti Guru itu lebih dekat lagi.[4]
Bagi para sufi, cinta merupakan Aspek yang sangat Vital dalam berlari menuju Tuhan.Menurut Jalaluddin Rumi kematian terburuk adalah hidup tanpa cinta.Untuk itu ia berusaha untuk membuka pintu bagi dunia yang tak kasat mata bagi para makhluk.Dalam sebuah syairnya,ia menulis:”Betapa lama percakapan ini,figur-figur ini bicara Metafora ini?Aku ingin membakar,membakar mendekati diri-Mu dan bakarlah semua pikiran dan segala konsep.”[5]
Seperti beberapa Sufi lainnya,Rumi dan para pengikutnya yang telah meyakini ajarannya mengajarkan kita bahwa cinta selalu menembus sekat yang kerap kali membeda-bedakan manusia.Alam semesta dan seluruh isinya pada dasarnya baik dan indah,meskipun ego kita menepis hal ini.
Tugas kita yang utama adalah kembali kepada Rahmat Tuhan (baca: cinta) yang telah menyatukan keragaman ke dalam kesatuan. Dalam sebuah bait Syair Rumi menulis :
            Dekatkan dirimu pada kami,tidak untuk lepas dari kesadaran!
Jangan jadi keledai-mengapa kamu mengendus pada ekor setiap betina? Awal dan akhirmu adalah cinta yang abadi jangan jadi serang pelacur,mengambil suami yang berbeda tiap malam.Tambatkan hatimu pada hasrat dari mana ia tak pernah bisa dilepaskan.

Manusia singa,jangan buat hatimu jadi anjing tiap jalur.Ketika dalam rasa sakit,carilah penawar,jangan pada lainnya.Jangan seperti unta yang berlari kesetiap semak berduri-tinggalkan selain taman,mata air,rerumputan, dan arus air.Berilah perhatian!Kaisar telah menyiapkan hidangan raja.Atas nama Tuhan,jangan lanjutkan rasa laparmu dalam tempat sampah ini! Pangeran kita yang beriman polo telah datang ke lapangan-buatkan hati dan jiwamu sebuah bola sebelum kudanya.Basuhlah wajahmu hingga bersih jangan salahkan cermin!Murnikan emasmu-jangan salahkan timbangan.Bagilah bibirmu hanya pada-Nya yang memberimu bibir,berlarilah hanya pada-Nya yang memberimu kaki!Ketahuilah bahwa wajah dan rambut dari kecantikan ini adalah palsu jangan menyebutnya “wajah laksana bulan sehalus sutera.pipi mata dan bibir dipinjamkan untuk menutupi bumi jangan ingin sekali dan senag melihat orang buta.Keindahan cinta berteriak,”sama akan ada selamanya”.berteriaklah dan berdansalah hanya dengan mengejar keindahan itu.Jangan hembuskan lagi kata-kata,puisi,atau hembuskan mereka pelan-pelan dibawah bibirmu.Bicara adalah penghalang buatlah satu saja,jangan bikin seratus penghalang.[6]
Javad Nurbakhsh bahkan mengatakan bahwa cinta pada hakikatnya merupakan kekuatan tersembunyi yang dapat merekatkan setiap perbedaan.Bahkan kekuatan cinta itu akan mengikis beragam perbedaan yang selama ini menjadi penghalang dan sumber Konflik bagi Manusia.Nurbakhsh menulis :
            It is through the only binding force of love can humanity leave behind its differences,its condition of multiplicity,and (can) arrive at state of Oneness.Only Through love can we come to see that all acts of worship,when performed with sincerity of the heart,lead the same end,(and) come from the same source.(Hanya melalui kekuatan cinta yang merekatkan ,umat manusia dapat meninggalkan beragam perbedaan, dan beragam keadaan, menuju pada sebuah tujuan yang satu(baca: Tuhan).Hanya melalui cinta kita dapat menghayati semua aktivitas ibadah ketika ditampilkan dengan hati yang tulus,menuju sebuah tujuan,dan yang datang dari sumber yang sama).[7]
Rabi’ah al-Adawiyah dianggap sebagai seorang sufi yang meletakan dasar knsep Zuhud berdasarkan cinta (al-hubb). Konsep yang dibawa oleh Rabi’ah ini,membuat dia berbeda dengan Hasan Al-Basri yang mendasarkan konsep zuhudnya kepada Khauf dan Raja.Inilah ,menurut R.A Nicholson,yang membuat nama Rabi’ah penting karena ia mengemukakan konsep yang berbeda.
            Rabi’ah al-Adawiyah misalnya,dikenal dengan syair mahabbah-nya yang cukup masyhur.Ada juga Shana’i Al-Ghaznawi,seorang pujangga Sufi Persia pertama yang sangat produktif dalam memaparkan Dokrin-dokrin Tasawufnya melalui Media Syair[8] sejak paruh pertama abad ke-6 H.Enam puluh tahun setelah Shana’I,ada Fariduddin al-Aththar (w.626 H), penyair yang juga sangat Produktif.Karya-karyanya berbentuk Prosa dan puisi. Ia menulis Risalah Tadzkirah Al-Auliya’,yang berisi riwayat hidup dan karakter para Sufi.Kitabnya Mantiq at-Thayr juga merupakan maha karya dalam bidang Tasawuf.Sementara itu,Ibn Faridh al-Mishri (w.632 H) merupakan Sufi yang sajak-sajak Tasawufnya sangat menakjubkan.Ia terkenal dengan Diwan (himpunan sajak puitis)nya.Seorang penyair Sufi Iran lain yang juga terkemuka adalah Jalaluddin Muhammad ar-Rumi (w.672 H) yang terkenal dengan Matsnawi-nya.Karyanya ini merupakan samudera ‘Irfani yang sarat dengan Visi Spritual dan sosial yang unik dan istimewa. Selain mereka juga ada Nizami, seorang sufi penyair Persia yang cukup terkenal.Salah satu syair dari lima naratif (khamsah) yang digubahnya berjudul Makhazan Al-Asrar (Khazanah Rahasia-Rahasia).[9]
            Menurut Al-Ghajalai ada 3 langkah jalan Menuju Allah,yaitu penyucian hati dengan cara Mawas diri dan penguasa serta pengendalian Nafsu-nafsu dan membersihkan diri dari Ikatan pengaruh keduniaan. Ini semuanya terhubung dengan penyucian hati yang dalam ajaran tasawuf dipercayai mempunyai kemampuan Rohani dan menjadi alat satu-satuNya untuk Makrifat kepada Zat Tuhan dan Untuk mengenal semua rahasia alam Gaib. Konsentrasi dalam Zikir pada Allah yang dalam Istilah Al-Ghozali disebut Istighrog Al-Qolb Bizik Rillah.Menurut Al-Ghozali,Bila Zikir ini berhasil akan mengantar pada pengalaman atau penghayatan Fana’Fillahi, yakni beralihnya kesadaran dari Alam Inderawi kea lam kejiwaan atau Alam Batin dan Ma’rifah kepada Allah.[10]
            Demikianlah para Shufiah membuat suatu system “Thariqoh” mengadakan latihan jiwa, membersihkan dirinya dari sifat-sifat tercela/Mazmumah dan mengisinya dengan sifat yang terpuji/mahmudah dan memperbanyak zikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk memperleh keadaan”Tajali’yakni bertemu dengan Tuhannya sebagai bagian terakhir dan terbesar.
               Salah satu pertanyaan Rabi’ah yang menunjukan kecintaan dan rindunya Allah adalah :
“Saya tidak menyembah Allah Karena takut kepada neraka-Nya dan tidak pula tamak (untuk mendapatkan) syurga,(karena hal itu ) akan menjadikan saya pencari imbalan yang berakhlak buruk.(Ketahuilah), bahwa saya menyembahNya karena cinta rindu kepada-Nya”.
            Diantara syairnya yang paling masyhur adalah :
“Aku mencintai-mu dengan dua cinta,
Cinta karena diriku dank arena diri-Mu.
Cinta karena diriku adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu.
Cinta karena diri-Mu
Adalah keadaanku mengungkapkan tabir sehingga Engkau kulihat Baik ini maupun itu,pujian bukanlah bagiku
Bagi-Mu pujian untuk semuanya.
Begitu penuh cintanya kepada Allah, sampai-sampai ketika ditanya apakah dia mencintai Rasulullah, akan tetapi cintaku kepada Allah sudah tidak mensisakan satu ruang pun untuk mencintai selain Dia atau bukan untuk membenci iblis sekalipun.
            Tentang apa yang dimaksud dengan Al-Mahabbah, Harun Nasution mengatakan bahwa pengertian yang diberikan kepada Al-Mahabbah antara lain sebagai berikut :
1.      Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan kepada-Nya. 
2.      Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
3.      Menyongsongkan diri dari segala-galanya kecuali dari yang dikasihi.
Jika ketiga pengertian ini dihubungkan kepada Rabi’ah Al-Adawiyah maka
riwayat- riwayat yang menerangkan tentang dirinya dan ucapan-ucapannya yang telah dikemukakan bahwa dia adalah pelopor sekaligus pengamal ketiga pengertian Mahabbah tersebut.
1.      Ia dikenal sebagai orang yang sangat taat kepada Allah.
2.      Menyarahkan seluruh diri kepada yang dikasihi dimana ia tidak mau untuk berbagi kasih, misalnya dengan sebuah perkawinan.
3.      Dirinya kosong dari segala-galanya kecuali Allah,dimana dia tidak menyisakan sedikit ruang pun untuk mencintai selain Allah,bahkan untuk Muhammad SAW, dan juga tidak menyisakan hati untuk membenci bahkan Iblis sekalipun.
Al-Mahabbah dikatakan bertingkat-tingkat.Al-Sarraaj sebagaimana yang dikutip oleh Harun Nasution,misalnya mengatakan ada tiga tingkatan.
1.      Mahabbah orang biasa yang mengambil bentuk selalu mengingat Allah dengan zikir, suka menyebut nama-nama Tuhan dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Tuhan.
2.      Mahabbah orang Shidiq, yaitu cinta orang yang kenal pada Tuhan,pada kebesaran-Nya,pada kekuasan-Nya,pada Ilmu-Nya.
3.      Cinta orang yang Arif, yaitu cinta orang yang tahu betul pada Tuhan.Cinta ini timbul karena telah tahu betul pada Tuhan.Yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri yang dicintai.Akhirnya sifat-sifat yang dicintai masuk kedalam diri yang dicintai.
Mahabbah pada tingkat ini sebenarnya hampir sama dengan Ma’rifah.Hanya
saja Ma’rifah adalah merupakan tingkat pengetahuan kepada Tuhan melalui hati, maka mahabbah adalah perasaan kedokteran dengan Tuhan melalui cinta. Hamka mengatakan:
“ Cinta murni kepada Tuhan,itulah puncak Tasawuf Rabi’ah.
  Pantun-pantun kecintaan kepada Ilahi,yang kemudiannya
  Banyak keluar dari ucapan Sufi yang besar sebagai Fariduddin Al-  Athaar,Ibnu Faarid,Al-Hajjaj,Jalaluddin Rumi dan lain-lain,telah dimulai lebih dahulu oleh Rabi’ah.[11]
            Kedua orang tua Rabi’ah meninggal sewaktu ia masih kecil dan kemudian ia kelihatannya dijual sebagai Budak,tetapi pada akhirnya ia memperoleh kemerdekaan.Ajaran tasawuf yang dibawanya itu terkenal dari tingkat kehidupan Zuhud dan hanya ingin berada dekat dengan Tuhan.Ia banyak beribadah,bertobat dan menjauhi hidup duniawi,dan menolak segala bantuan materi yang diberikan oorang kepadanya.Hal ini dapat dilihat dari ketika teman-temannya ingin memberikan rumah kepadanya,ia mengatakan:
“Aku takut kalau-kalau rumah ini akan mengikat hatiku,sehingga aku terganggu dalam amalku untuk akhirat”Kepada seorang pengunjung ia memberi nasehat:
“Memandang dunia sebagai sesuatu yang hina dan tak berharga,adalah lebih baik bagimu”Segala lamaran cintapun ia tolak,karena kesenangan dunia itu akan memalingkan perhatian pada akhirat.
            Kecintaan Rabi’ah kepada Tuhan,antara lain ditunjukan dalam Syair-syair berikut ini :
“ Ya Tuhan,Bintang di langit telah gemerlapan,mata telah bertiduran pintu-pintu istana telah terkunci dan tiap pecinta telah menyendiri dengan yang dicintainya dan inilah aku berada di hadiratmu.
            Itulah ucapan yang menggambarkan rasa cinta Rabiah kepada Tuhan,yaitu cinta yang memenuhi seluruh jiwanya,sehingga ia menolak lamaran kawin dengan alasan dirinya hanya milik Tuhan yang dicintainya,dan siapapun ingin kawin dengan dia,harus meminta izin kepada Tuhan.”[12]
            Kemasyarakatan yang diperolehnya ialah karena mengemukakan dan membawa versi baru dalam hidup Kerohanian.Cinta yang Suci Murni lebih tinggi dari pada takut dan pengharapan,karena yang suci murni tidak mengharapkan apa-apa.Cinta murni kepada Tuhan merupakan puncak Tasawuf Rabiah Al-Adawiyah,sungguh banyak pantun yang dapat memuji keagungan Tuhan.Cinta yang asli,suci murni dan sempurna,keadaan ini yang selalu disenandungkan dalam ungkapan syir yang dijiwai oleh ketinggian Iman.[13]Rabiah Mengatakan:
            “Akad Nikah adalah hak pemilik alam semesta sedangkan bagi diriku,hal itu tak ada,karena aku telah berhenti maujud dan terlepas dari diri! Aku Maujud dalam Tuhan dan diriku sepenuhnya milik-Nya.Aku hidup didalam naungan diriku Firman-Nya.Akad mesti diminta dariNya bukan dariku.
            Dan diriwayatkan bahwa Rabiah terusmenerus shalat sepanjang malam setiap harinya.Kalau fajar tiba,dia tidur beberapa saat sampai fajar lewat.Diriwayatkan juga bahwa ketika ia bangun tidur dia selalu berkata:”Duh Jiwa!berapa lama kau tidur tanpa bangkit lagi kecuali oleh termpet Hari Kebangkitan,begitulah ia setiap hari sampai meninggal dunia.[14]
            Ajaran yang terpenting dari Sufi wanita ini adalah Mahabbah dan bahkan menurut banyak pendapat,ia merupakan orang pertama yang mengajarkan Al-Hubb dengan isi dan pengertian yang khas Tasawuf.Hal ini ada kaitannya dengan koratnya sebagai wanita yang berhati lembut, dan penuh kasih sayang,rasa etika yang dalam berhadapan dengan situasi yang dihadapi pada masa itu.[15]
            Rabiah adalah yang perama kali menyanyikan nyanyian cinta dalam Tasawuf,dengan bentuk Syair dan Prosa.Pantaslah bagi dayak keluarga Uthai’ini sebagai seorang wanita utama dizamannya,yang mempunyai jiwa suci murni yang sangat tidak terpedaya oleh dunia,jika ia memutuskan hubungannya dengan segala dan menjerumuskan perhatian semata-mata kepada yang dicintai,Habbul Ilahi,Cinta Tuhan,yang didengungkan ya dalam segenap nyanyiannya.[16]
            MenurutAl-Junayd ”Cinta berarti merasuknya sifat-sifat Sang Kekasih (Khalik) mengambil alih sifat-sifat pecinta (Salik).:;dimana seseorang itu mestilah berakhlak dengan Akhlak Allah.[17] Wujud konkret dari cinta adalah terbangunnya persahabatan sejati,yakni sebuah keikhlasan untuk memandang orang lain lebih pantas dihormati dan jauh dari sifat menymbngkan diri sendiri.Dikisahkan dalam kitab Induk Tasawuf karya imam Al-Qusyairy an-Naisabury,bahwa ada seseorang yang bersahabat pada Ibrahim Bin Adham.Ketika orang tersebut mau berpisah,berkata Ibrahim,”Bila engkau melihat diriku ada cacat,maka ingatlah daku.”Ibrahim menjawab,”Aku tak pernah melihat cacatmu,karena aku melihatmu dengan mata kecintaan,wahai sahabat.Sehingga aku selalu memandangmu dengan mata pandangan kebaikan.”Betapa indahnya konsep seperti ini.Para sufi itu menghidupkan”tulisan”di Kitab Suci dan teks Hadist Nabi dalam gerak kehidupan sehari-hari.Sosialisasi tersebut menyebabkan terbangunnya satu masyarakat yang Sehati,kompak,padu,dan tak pernah memandang pluralitas atau perbedaan sebagai sebuah kendala apalgi ancaman.Annemarie Schimmel memetik Hadist yang berbunyi,”Al-Mu’min mi’rat al-mu’min (Orang mukmin adalah cermin bagi sesamanya.)”Dan dijelaskan bahwa hadist ini menjadi dasar yang oleh kaum Sufi dianggap pedoman yang sangat baik di dalam menjalin Hubungan Sosial.[18]
            Melalui cinta ini,para Sufi meyakini bahwa mereka berada dalam naungan Cinta Tuhan.Tuhan tidak membedakan-bedakan Agama Manusia.Tuhan akan tetap memancarkan Cinta dan kasih sayangnya kepada siapa saja,walaupun kepada orang-orang yang menentang-Nya. Kemurahan cinta Tuhan inilah yang diderivasi kaum Sufi dalam melihat orang lain.Terkait dengan wacana ini,Kabir Helminski menulis:
“Those who have encountered and lived with the messange of the Qur’an must acknowledge that God’s Compassion,Generosity,and Mercy operate through all religions,and in fact all the Phenomena of existence.God’s quality rain down the faithful of all faiths and even upon those who deny this reality.(Mereka yang hidup dengan bimbingan pesan Al-Qur’an harus mengakui cinta yang dilimpahkan Tuhan pada semua agama, dan setiap yang ada.Kasih Tuhan sampai tidak hanya kepada mereka yang beriman,namun juga kepada yang tidak beriman).[19]  
            Cinta yang bersemayam dalam hati setiap Sufi menutup kemungkinan munculnya sifat smbong dan rasa benci kepada rang lain.Bagi para Sufi,hal ini merupakan sebuah persoalan penting.Seorang Sufi yang berpendirian demikian rela untuk mati demi kelezatan cinta yang sudah ia rasakan. Al-Hallaj dieksekusi mati dengan tuduhan menyebar luaskan ajaran hulul dalam tasawuf.Ajaran itu diputuskan sesat oleh penguasa berdasarkan Legitimasi para ahli fikih Madzhab Zhairi.Penentuan “sesat” atas pengalaman batin Al-Hallaj,sebagai Sufi Agung yang sudah tidak ada ruang untuk membenci rakyat kecil dan kelmpok Marjinal seperti Syi’ah,Qaramithah dan Non Muslim.
Jika cinta pada Makhluk-Nya saja mampu mengantarkan seseorang pada kesenangan dan hilangnya akal bagaimana dengan cinta pada sang Khaliq, tentu jauh lebih berharga dan nikmat.Tuhan tidak memberikan cinta-Nya kepada setiap orang akan tetapi Dia akan memberikan cinta-Nya hanya kepada orang-orang tertentu yang dikasihi-Nya karena mereka juga selalu mendambakan-Nya teman setia dalam setiap aktifitas kehidupan sehingga Dia Ridha pada mereka.
Dalam Al-Quran disebutkan ada beberapa bentuk sifat,cara langkah untuk menggapai Cinta Ilahi,yaitu:

 1.      Bertaubat dan Mensucikan Diri

Orang yang bertaubat dengan sesungguhnya, menyesali perbuatan jahat dan keji
yang pernah dilakukannya serta senantiasa membersihkan dan mensucikan dirinya dengan amalan-amalan shaleh dan menghindari kejahatan secara terus menerus tanpa pernah mersakan bsan,maka tentu ia akan memperoleh Kasih Sayang,Rahmat dan cinta-Nya.Dalam hal ini Allah SWT berfirman;
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mau mensucikan dirinya.[20]

        2    Senantiasa Berbuat Baik

Orang yang baik akan selalu senang bersama orang yang baik.Demikian juga dengan orang yang jahat tentu lebih suka berteman dengan para penjahat.Orang baik akan selalu mencintai kebaikan dan menetapinya sehingga akhirnya ia dicintai oleh Yang Maha Baik,yaitu Allah Swt.Allah mengatakan:

 



Berinfaklah dijalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan tanganmu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang selalu berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang selalu berbuat kebaikan.[21]
 


“Firman-Nya lagi :
Maka Allah memberikan pahala (imbalan) dunia dan sebaik-baik imbalan akhirat,sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”[22]
            Jadi dengan selalu mengerjkan kebaikan,member makan Fakir Miskin,membantu gerakan-gerakan pengembangan dan penyiaran Agama Allah dengan bantuan Moril maupun Materil tentu akan mengantarkan seseorang pada penggapaian cinta Ilahi.[23]

     3.  Sabar dan Taqwa

Mengenai orang-orang ini Allah berfirman :”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang sabar.[24]Dan “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Taqwa[25].Dalam ayat ini ditegaskan Tuhan bahwa Ia pasti mencintai orang yang bersabar dan taqwa.Mereka selalu bersabar dalam menjalankan perintah-Nya,menegakkan dan memperjuangkan agama-Nya dan hati mereka tetap teguh dan istiqamah bersama-Nya.
Demikian juga orang yang Taqwa yang selalu menaati-Nya,melakukan kebaikan hanya karena-Nya,menaati janji karena-Nya bukan karena musuh-musuh-Nya demi menjalankan perintah-Nya dan dengan tanpa rasa takut selain dari pada-Nya maka tentu orang ini akan mampu memperoleh cinta dari-Nya.

    4. Berbuat Adil

Pemimpin yang adil adalah salah satu musuh terbesar syaitan (HR.Bukhori
Muslim), musuh bebuyutannya yang selalu menjadi penghalang gerakan-gerakannya.
“Allah juga mencintai seorang hakim yang mengambil putusan dengan adil dan bijaksana,[26]mampu mendamaikan kedua saudaranya dengan Adil [27]serta bersikap Adil pada Kafir Zimmi (orang kafir yang tidak memerangi Islam).[28]
            Keadilan adalah pusat kebaikan,dengan penegakan keadilan orang yang lemah tidak putus asa dari keadilan hakim dan penguasanya,dan orang besar (perangkat penguasa) tidak dapat berlaku zalim pada orang-orang lemah (Nasehat Umar pada Abu Musa al-Asy’ari).Dengan demikian tersaalah kedamaian dalam kehidupan,terciptalah ketenangan pada setiap lapisan masyarakat dan tidak ada masyarakat yang merasa hebat dan gagah dihadapkan hukum,hilanglah diskriminasi dan Mafia-mafia peradilan,berwibawa serta terpujilah para hakim dan penguasanya.

     5.  Berjihad di Jalan Allah

Jihad secara bahasa berarti bersungguh-sungguh, maksudnya bersungguh-
Sungguh menegakkan dan memperjuangkan Agama Allah agar ia berkembang dan dapat diamalkan manusia dengan baik dalam segala aktifitas kehidupan mereka.Apabila Agama telah nyata dalam kehidupan, maka nyata pulalah kebaikan,ketenangan,kedamaian dan kemakmuran dalam kehidupan masyarakat.Ini adalah janji Tuhan pada Hamba-hamba-Nya yang akan memberikan kemakmuran pada mereka[29] memberikan kehidupan yang baik [30]dan menjadikan mereka umat yang Mendominasi atau menguasai dunia[31]. Tentang kecintaan Allah pada orang yang berjihad ini adalah;”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya, mereka bershaf-shaf seolah-olah sebuah bangunan yang kokoh”.[32


   6.   Mengikuti Nabi Muhammad Saw

Sebagai umat maka kita wajib mengikuti cara atau Metode mengamalkanAgama Sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Allah melalui gerakan-gerakan praktis yang dilakukan Nabi-Nya. Mengikuti Nabi SAW sama artinya mengikuti keinginan dan kesenangan Allah SWT,karena makhluk yang paling disenangi dan dicintai Allah adalah Nabi Muhammad SAW,maka dengan mengikuti orang yang paling dicintai-Nya tentu kita juga akan memperoleh cinta-Nya, cinta abadi yang tak pernah kunjung hilang dan binasa. Dia mengartikulasikan :”Katakanlah (hai kekasih-Ku Muhammad), jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku Niscaya Allah pasti akan mencintai kamu dan mengampuni semua dosa-dosa kamu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”[33]

  7.   Senantiasa dengan Amalan Nawafii

Poin bertujuh ini didasarkan pada hadis Qudsi yang diriwayatkan secara shahih
oleh Bukhori Muslim yang artinya:’ Tidak henti-hentinya hamba-Ku mendekatiku dengan amalan-amalan Nawafil yang sehingga Aku mencintainya, dan ketika Aku telah mencintainya maka Aku jadikan matanya memendang adalah mata-Ku, mulut berbicara adalah mulut-Ku dan telinganya mendengar adalah telinga-Ku.  

         8. Senantiasa Ingat Allah

Setiap orang yang senantiasa mengingat Allah, merasakan kehadiran-Nya pada
setiap kondisi dan keadaan maka dengan begitu ia akan memperoleh cinta-Nya,karena seseoorang hanya akan dapat menggapai cinta Ilahi jika ia selalu ingat pada-Nya dan orang yang dicintai itulah orang yang paling banyak diingat dan disebut-sebut namanya.
            Jika cinta kita ditunjukan pada Allah, maka Allah juga akan memberikan cinta-Nya pada kita,ini terjadi secara otomatis.Allah berfirman dalam shahih Bukhori Muslim:”Aku adalah sesuai dengan prasangka hamba-Ku jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku.”Hadis ini dapat dimaknai bahwa jika seseorang mengingat dan mencintai Allah, pastilah Allah juga memberikan ingat dan cinta-Nya pada orang itu.
            Secara Qurani kita dapat menyimpulkan bahwa dengan melaksanakan tujuh amalan diatas seseorang akan mampu menggapai cinta Ilahi,karena cinta Tuhan hanya diberikannya pada orang-orang yang juga mencintai-Nya, bukan pada orang-orang yang selalu durhaka dan membenci-Nya.    
            Cinta Ilahi tentu masih jauh lebih berharga dari cinta manusia karena cinta Ilahi bersifat eternal (kekal), mampu menembus semua keinginan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia dalam bentuk Karamah dan Ma’unah (kelebihan tertentu yang diberikan Ilahi pada orang yang dicintai-Nya yang berada diluar kemampuan atau pikiran manusia biasa) disbanding cintanya Manusia yang Temporal, Nisbi dan selalu berubah.

BAB III
PENUTUP
         A.  Kesimpulan
Mahabbah (cinta) adalah kata yang sangat indah untuk diucapkan dan didengar, apalagi dirasakan oleh manusia.Cinta adalalah satu anugrah Tuhan yang cukup mulia dan paling berharga, karena dengan cintalah setiap orang pasti mau melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan dengan seikhlas mungkin dan karena cinta kedua orang tua jugalah manusia terlahir kemuka bumi.
Al-Mahabbah dikatakan bertingkat-tingkat.Al-Sarraaj sebagaimana yang dikutip oleh Harun Nasution,misalnya mengatakan ada tiga tingkatan.
4.      Mahabbah orang biasa yang mengambil bentuk selalu mengingat Allah dengan zikir, suka menyebut nama-nama Tuhan dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Tuhan.
5.      Mahabbah orang Shidiq, yaitu cinta orang yang kenal pada Tuhan,pada kebesaran-Nya,pada kekuasan-Nya,pada Ilmu-Nya.
6.      Cinta orang yang Arif, yaitu cinta orang yang tahu betul pada Tuhan.Cinta ini timbul karena telah tahu betul pada Tuhan.Yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri yang dicintai.Akhirnya sifat-sifat yang dicintai masuk kedalam diri yang dicintai.
        B.     Saran
Kita sebagai orang islam yang harus selalu menjalankan syariat islam secara serentak bersamaan dengan iman dan ihsan, harus benar-benar mengabdikan diri kepada Allah karena kita diciptakan oleh Allah dan kepada-Nya pula kita akan kembali. Jadi janganlah sekali-kali kita tidak mengerjakan perintahnya atau malah melupakannya. Mungkin dengan kita mengetahui macam-macam mahabbah diatas kita dapat mengukur diri kita seberapa besar cinta kita kepada Sang Pencipta.
              
           

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi W.M.,”Jalan Cinta dalam Tasawuf;Uraian Lembah-Lembah Keruhanian dalam Mantiq al Thayr Karya Attar” dalam Manusia Modern Mendamba Allah; Renungan Tasawuf Positif (Jakarta: IIMAN,2002),h.40-41.
http:blg.boleh.com/zawiyah/15542
Seyyed Hossein Nasr dan William C.Chittick,Islam Intelektual;Teologi,Filsafat dan Makrifat (Depok:Perenial Press,2001),h.168.
Seyyed Hossein Nasr dan William C.Chittick,Islam Intelektual,h.180-181
Javad Nurbakhsh,”Love;The Path of Unity,”Sufi,Journal of Sufism,Issue 19 (Autumn,1993),h.6.
A.J.berry, Pasang Surut Aliran Tasawuf, diterjemahkan oleh Bambang herawan, (Bandung: Mizan,1993),h.139-143
Murtadha Muthahari, Mengenal ‘Irfan: Meniti Maqam-Maqam Kearifan,diterjemahkan oleh C.Ramli Bihar Anwar,(Jakarta:IIMAN& Hikmah,2002,),h.50-52.Lihat juga dalam Idrus Abdullah Al-Kaf,op.cit,h.16.
Drs.H.M Jamil,MA.Cakrawala Tasawuf,2004,Gaung Persada Press: Cipayung Ciputat.
Drs.Jamil H.M,MA,Cakrawala Tasawuf,h 108
Drs.Abudin Nata,MA,Ilmu Kalam,Filsafat,dan Tasawuf
Drs.M.Jamil,MA,Cakrawala Tasawuf..,h.108
Drs.Asmaran As.MA,Pengantar studi Tasawuf,h.268-272
Prof.N.A.Rivay Siregar,Tasawuf Sufisme Klasik ke Neo Sufisme,h.77
Prof.Dr.Hamka,Tasawuf perkembangan dan Pemurniannya,h.76
Lihat,Muhammad Qorib Lentera Kasih Sayang;Membentang Ukhuwah Menggapai Jannah (Jakarta,2007),buku belum diterbitkan.
Lihat,Fatimah Osman,Wahdat al Adyan ;Dialog Pluralisme Agama (Yogyakarta:LKis,2004).



[1] QS Al-Baqarah ayat : 165
[2] QS.Al-Dzariyat ayat 51:56.
[3] Abdul Hadi W.M.,”Jalan Cinta dalam Tasawuf;Uraian Lembah-Lembah Keruhanian dalam Mantiq al Thayr Karya Attar” dalam Manusia Modern Mendamba Allah; Renungan Tasawuf Positif (Jakarta: IIMAN,2002),h.40-41.
[4] http:blg.boleh.com/zawiyah/15542
[5] Seyyed Hossein Nasr dan William C.Chittick,Islam Intelektual;Teologi,Filsafat dan Makrifat (Depok:Perenial Press,2001),h.168.
[6] Seyyed Hossein Nasr dan William C. Chittick, Islam Intelektual;Teologi,Filsafat dan Makrifat h.180-181.

[7] Javad Nurbakhsh,”Love;The Path of Unity,”Sufi,Journal of Sufism,Issue 19 (Autumn,1993),h.6.
[8] A.J.berry, Pasang Surut Aliran Tasawuf, diterjemahkan oleh Bambang herawan, (Bandung: Mizan,1993),h.139-143
[9] Murtadha Muthahari, Mengenal ‘Irfan: Meniti Maqam-Maqam Kearifan,diterjemahkan oleh C.Ramli Bihar Anwar,(Jakarta:IIMAN& Hikmah,2002,),h.50-52.Lihat juga dalam Idrus Abdullah Al-Kaf,op.cit,h.16.
[10] Drs.H.M Jamil,MA.Cakrawala Tasawuf,2004,Gaung Persada Press: Cipayung Ciputat.

[11] Drs.Jamil H.M,MA,Cakrawala Tasawuf,h 108
[12] Drs.Abudin Nata,MA,Ilmu Kalam,Filsafat,dan Tasawuf
[13] Drs.M.Jamil,MA,Cakrawala Tasawuf..,h.108
[14] Drs.Asmaran As.MA,Pengantar studi Tasawuf,h.268-272
[15] Prof.N.A.Rivay Siregar,Tasawuf Sufisme Klasik ke Neo Sufisme,h.77
[16] Prof.Dr.Hamka,Tasawuf perkembangan dan Pemurniannya,h.76
[17] Lihat,Muhammad Qorib Lentera Kasih Sayang;Membentang Ukhuwah Menggapai Jannah (Jakarta,2007),buku belum diterbitkan.
[18] Lihat,Fatimah Osman,Wahdat al Adyan ;Dialog Pluralisme Agama (Yogyakarta:LKis,2004).
[19] Kabir Helminski,The Knowing Heart; A Sufi Path of Transformation (Boston dan London: Sambala,1999),h.199.
[20] Lihat Qs At-Taubah AYAT : 108 dan Qs Al-Baqarah Ayat:222
[21] QS. Ali Imran ayat :195
[22] QS.Ali-Imran ayat : 148
[23] Lihat juga Qs.5:13 dan 5:93

[24]QS.Ali-Imran ayat ;146
[25] QS.At-Taubah ayat: 4
[26] QS.5:42
[27] QS.49:9
[28] QS.60:8
[29] QS.7:96
[30] QS.An-Nahl: 97 dan QS Az-Zumar : 10
[31] QS.24:55
[32] QS.Ash-Shaf :4
[33] QS.3 : 31